Halaman Awal

Thursday, January 20, 2011

Hentikan Kebohongan

HARI gini masih makan nasi sisa bekas pesta? Masih makan nasi 'jemuran'? Masih menjadi pengumpul beras sisa? Sementara Gayus Tambunan dan antek-anteknya dengan sangat mudah meraup uang negara ratusan miliar, dengan enaknya dia atau pengusaha yang mendukungnya untuk buat paspor asli tapi palsu dengan biaya ratusan juta.

Bukan hanya Gayus, begitu enaknya para koruptor dan maling-maling uang negara menghambur-hamburkan uangnya plesir keluar negeri, main judi, main perempuan, bahkan 'membeli' hukum atau 'membeli' aparat hukum. Itulah realita yang terjadi di negeri ini. Orang kaya makin kaya, sementara orang miskin makin miskin, bahkan semakin miskin serta jumlahnya bertambah.

Sungguh tragis dan sungguh-sungguh realitas menyakitkan! Ditengah-tengah kampanye keberhasilan pemerintahan SBY mengurangi kemiskinan, jumlah orang miskin yang berebut nasi sisa-sisa pesta terus meningkat, jumlah orang miskin yang mengkonsumsi nasi aking, nasi jemuran terus bertambah. Cilakanya, peristiwa itu terjadi di Ibukota negara, DKI Jakarta, tampat Presiden SBY dan para menterinya bermukim. Artinya, berebut nasi sisa pesta itu terjadi di depan mata presiden.  Klaim keberhasilan pangan sangat bertolak belakang dengan harga pangan yang melonjak tinggi dan impor beras 1,2 juta ton. Saatnya untuk menghentikan kebohongan, mulailah nyatakan kebenaran pada 2011.

Bukan hanya itu, ditengah kampanye pemimpin negeri ini berhasil memenuhi kebutuhan pangan rakyat, ternyata, kasus bunuh diri akibat kemsikinan sehingga tak mampu membayar utang, warga bunuh diri. banyak pula anak-anak negeri ini yang putus sekolah karena biaya pendidikan mahal. Jumlah pengangguran pun terus bertambah.

Jadi, tak salah bila berbagai kalangan, para pengamat, tokoh-tokoh lintas agama, para aktivis menyebut, sudah terlalu banyak kebohongan di negeri ini. Bahkan, mereka menyebut, pemerintahan SBY hanya berwacana, hanya bercipika-cipiki, hanya melakukan pencitraan, padahal rakyat semakin menderita. Padahal, bencana alam terus terjadi yang artinya rakyat terus menderita. Padahal, korupsi terus terjadi dan hukum terus dipermainkan, direkayasa.

Apa yang terjadi dengan negeri Ku, ya Tuhan! Apa yang terjadi dengan pemimpin-pemimpin Ku, ya Tuhan. Inilah teriakan dan gumaman para aktivis dan kaum idealis yang sudah putus asa dengan kelakuan buruk para pemimpinnya.

Meski realita jkita seperti itu, namun belum terlambat untuk memperbaiki diri, memperbaiki keadaan,  memberantas kemiskinan, memberantas koruptor dan menegakkan hukum. Untuk itu semua kita membutuhkan pemimpin yang cerdas, bermoral dan berahlak baik, memiliki keberanian, dan memiliki hati nurani. Pasalnya, tantangan ke depan semakin berat. Dalam hal pangan, misalnya, akibat cuaca buruk banya,lahan-lahan pertanian gagal panen. Akibat cuaca buruk, nelayan kita tidak bisa melaut sehingga ekspor hasil laut kita ke luar negeri gagal.

Jika gagal panen dan semakin meningkatnya harga pangan dunia tidak bisa diatasi tentu jumlah oang miskin terus bertambah. Rakyat yang kelaparan terus bertambah. Ayo diatasi segera, sebelum mereka dan jutaan rakyat melakukan perlawanan! Memberontak atau menjarah harta orang-orang kaya demi sesuap nasi. Revolusi sosial memang kita tidak inginkan,  maka Pemerintahan SBY-Boediono harus serius dan bekerja keras untuk memberi rakyat makan, pekerjaan, dan kebutuhan lainnya.
Stop berwacana, stop melakukan pencitraan, stop melakukan kemunafikan! Anak negeri ini butuh makan, butuh uang, butuh pakaian, butuh anaknya bisa sekolah, dan butuh para koruptor disikat. Mereka juga butuh agar hukum di negeri ini ditegakkan!

No comments:

Post a Comment