Halaman Awal

Thursday, January 20, 2011

Renungan untuk Negara Kita


berawal dari menonton film "Alangkah Lucunya (negeri ini)" dan tercenung membaca kata-kata penutup dalam film tersebut, yaitu Pasal 34 UUD '45ayat 1 dan 2

(1) Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara.
(2) Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan
memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan
martabat kemanusiaan.


dalam pasal ini jelas tertulis bahwa fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara, akan tetapi pada kenyataannya yang ada mereka dibiarkan terlantar begitu saja. Khususnya anak terlantar, mereka seolah dibiarkan di jalanan tanpa perhatian sedikitpun dari pemerintah [baik pusat maupun daerah], dan pada akhirnya masyarakat yang harus "berkorban" untuk mereka.

Memang ini menajdi tanggungjawab bersama, akan tetapi bukankah UUD 45 adalah pedoman bangsa ini? Dan dalam pasal 34 di atas jelas disebutkan bahwa mereka seharusnya dipelihara oleh Negara. Masyarakat yang "berkorban"pun tidak menadpat dukungan dari pemerintah. Mereka [msyarakat] harus mengorbankan materi hingga waktu mereka hanya untuk mengurusi sesuatu yang harusnya sudah ada yang mengurus. Akan tetapi pada kenyataannya pemerintah seolah menutup mata terhadap fenomena ini.

Anak terlantar yang harusnya bersekolah terpaksa mengemis di jalanan karena mereka tidak ada yang mengurus. sekali dua kali petugas dinas sosial merazia mereka [melalui trantib] dan diberi pembinaan, tetapi hasilnya apa? Nihil. pembinaan yang dimaksud hanyalah pembinaan dengan cara memberi nasehat, tanpa membekali mereka dengan suatu keahlian, agar mereka bisa mengusahakan hidup yang lebih layak. Bukankah seharusnya mereka menadapatkan pendidikan yang layak juga? Baik pendidikan sekolah formal, maupun keahlian. Lagi-lagi Undang-undang sudah mengaturnya dalam pasal 31 ayat 1 dan 2, yang berbunyi:

(1) Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan.
(2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib
membiayainya.

Nah, berarti seharusnya anak-anak terlantar tersebut mendapatkan pendidikan yang layak oleh negara, karena dalam Undang-undang di atur bahwa negara membiayai pendidikan setiap warga negaranya. Akan tetapi, mengapa sekedar pendidikan keterampilan bagi anak-anak terlantar tidak bisa dilaksanakan? Bukankah lebih baik memberdayakan mereka daripada dirazia hanya untuk sekedar di data, di nasehati dan kemudian membiarkan mereka ke jalanan lagi, yang kemudian siklusnya kembali berulang? Alangkah lucunya negeri ini.

Jika menilik lebih dalam lagi, kita akan bertanya, kemana larinya dana 20% APBN untuk pendidikan?

Jawaban yang memungkinkan adalah KORUPSI, dan jika dilihat lebih dalam lagi, maka tidak akan habisnya kita membicarakan masalah korupsi, karena saya lebih fokus membahas permasalah anak terlantar di sini.

Mungkin jika pemerintah bisa bekerjasama dengan Rumah Singgah, tempat di mana anak-anak jalanan mendapat pendidikan seadanya dari masyarakat yang peduli, alangkah lebih baik dan mulianya. Jika lagi-lagi takut dihadapkan dengan masalah korupsi, mengapa pemerintah malah dengan sukarela mempercayakan uang rakyat pada para pejabat yang penuh dengan kebusukan-kebusukan?

Tulisan ini bukan untuk men-judge pemerintah, tapi lebih dalam saya hanya ingin menumpahkan sedikit unek2 dan pertanyaan yang berputar di kepala. Jika teman-teman kaskuser punya pendapat tentang masalah di atas, monggo di replay, n gag nolak cendol juga gan

No comments:

Post a Comment